KUSAM DI GERBANG DUNIA

Mei 19, 2009 at 3:12 pm 2 komentar

Untuk mengenal ‘budaya’ sebuah negeri, lihat bandara dan tempat pembuangan sampahnya! Seorang kawan pernah mengatakan motto itu suatu ketika. Sebab tempat pembuangan sampah agak sulit dilacak, maka kenalilah bandara internasionalnya.

Ruang kedatangan internasional Bandara Sukarno-Hatta. Aula panjang membentang dari utara ke selatan, atau mungkin juga dari barat ke timur. Sesungguhnya cukup lapang untuk menunggu seseorang datang.

Pendingin-ruangnya mestinya normal, sebab di beberapa tempat terasa lebih sejuk. Tapi di ruang ini, yang sesungguhnya ruang “dilarang merokok”, terlalu banyak orang merokok. Kadang puntungnya dengan seenaknya dibuang ke lantai. Untuk memastikan puntung itu mati, diinjak dan digeruskan ke lantai. Cukup arif juga, orang bisa memastikan puntung rokok itu tidak lagi menyala.

Merokok seenaknya, buang puntung seenaknya. Pemandangan yang amat mirip dengan di Terminal Kampung Rambutan.

Setiap kali ada penumpang keluar dari bandara, orang-orang berebut menawarkan tumpangan taksi. “Bandung Pak, Bandung Bu,…langsung,” kata mereka sambil mengacungkan kunci mobilnya.

Jika ada orang yang datang menghampiri pendatang, yang memastikan bahwa mereka sudah punya penjemput resmi, gangguan seperti itu bisa segera reda. Tapi bila kita hanya menyebutkan “sudah ada yang jemput” sementara penjemput itu tidak tampak batang-hidungnya, maka pengganggu itu akan terus mengekor kita.

Suatu ketika ada orang Jepang, laki-laki separuh baya, datang sendiri. Bawaannya tiga kopor besar di atas trolley. Dia agak kepayahan mendorong sendirian.

Bagi sementara orang di sana, laki-laki dengan bawaan seperti itu tipikal seorang korban. Mirip seperti keledai yang kepayahan di El Paso, yang seketika dikerubuti burung kondor. Si Orang Jepang itu dikepung tiga orang yang penawar jasa tumpangan. Orang-orang itu memepetnya, sehingga sedikit-demi-sedikit Orang Jepang itu bergerak tidak ke arah pintu keluar, tapi terus berjalan sepanjang koridor ruang tunggu menuju bagian selatan yang gelap. Sampai hilang di ujung selatan, ketiga orang itu masih mengerubutinya. Tak jelas apa yang dikatakannya. Tapi tampak benar bukan sebuah percakapan yang ramah. Tak pernah ada yang tahu, bagaimana akhir cerita Si Orang Jepang.

Laki-laki penjemput (penawar jasa taksi gelap) seperti itu berkeliaran di ruang tunggu kedatangan. Sepertiga dari orang yang berlalu-lalang di sana bolehjadi ada para ‘penjemput liar’ itu.

Kadang ada petugas berpakaian polisi datang menghampiri kerumunan. Ia berkendara mobil kecil, mirip dengan mobil yang biasa dinaiki di lapangan golf. Ia berhenti di tengah kerumunan. Pasti ia tahu, mereka itu bukanlah penjemput biasa. Anehnya, polisi itu tidak menegur mereka, meski mereka merokok dan buang puntung seenaknya. Malah ia bercakap akrab dengan mereka.

Saya sungguh membayangkan, kehadiran polisi di bandara itu bisa menghalau para penjemput liar dari ruang tunggu penjemputan. Masih bisa diterima jika mereka hanya berlalu-lalang di sepanjang koridor luar ruang penjemputan. Bukan di dalam seperti itu.

Di ruang itu juga bisa disediakan sebuah gerai layanan taksi resmi. Tidak harus setiap merk taksi membuka gerai di sana. Melainkan sebuah ruang pelayanan publik, yang dikelola otoritas bandara, yang secara cuma-cuma memberikan layanan taksi bandara yang resmi. Bukankah jika layanan taksi resmi, maka taksi gelap tidak akan pernah dapat tempat di mata penumpang?

Tapi dari hari ke hari, suasana di ruang kedatangan bandara internasional kian bertambah tidak nyaman. Bagi beberapa orang, mungkin menimbulkan perasaan “tidak aman”. Sialnya, itu terjadi di gerbang dunia negara ini. [Djuhendi Tadjudin].

Entry filed under: Opini. Tags: , , , .

GOOD TRANSPORTATION GOVERNANCE BANGKITLAH JIWA LUHUR

2 Komentar Add your own

  • 1. ~noe~  |  Mei 19, 2009 pukul 3:36 pm

    testimoni yang bagus. seperti orang-orang kebanyakan, kita cuma bisa mengelus dada melihat preman kampung dan preman berseragam sangat akrab dalam dunia hitam mereka.
    btw, itu belum dilihat toiletnya ya. seperti apa rupanya wc kakus bandara kita.
    salam

    Balas
    • 2. Djuhendi Tadjudin  |  Mei 19, 2009 pukul 3:47 pm

      Terimakasih. Memang itu tempat…yang saya tidak tega menuturkannya.

      Balas

Tinggalkan Balasan ke Djuhendi Tadjudin Batalkan balasan

Trackback this post  |  Subscribe to the comments via RSS Feed


Kalender

Mei 2009
S S R K J S M
 123
45678910
11121314151617
18192021222324
25262728293031

Most Recent Posts